Cinta dan Perceraian

Cinta dan Perceraian

Di indonesia perceraian di dominasi oleh ekonomi, padahal seharusnya ketika ekonomi sedang buruk, pasangan tersebut malah harus bangkit bersama-sama, justru cinta yang bener-bener cinta adalah ketika berbagai masalah muncul, seperti kata filsuf lupa namanya, dimana rumah tangga yang buruk bukan berarti tidak cinta, justru cinta dimulai dari keburukan, dan terus berjalan mengalir bagaikan tubuh yang selalu lapar dan dahaga, teringat kata rocky gerung waktu di channel rumah filsafat, bahwa masyarakat indonesia masih medioker, masih serba nanggung. Kenapa misalnya nikah lalu cerai, kan itu setengah-tengah, kita harus totalitas begitupun mencintai. Jangan kabur atau mengelak ketika kita mengalami berbagai kondisi. Atau jangan-jangan benar cinta kita adalah uang kita, kita tidak mencintai manusia, tapi nafsu kita yang kita cintai yaitu hanya untuk uang.

Yap begitupun hal lainya, kita ingin menjabat, tapi kita menggunakan uang untuk menyuap masyarakat kelas bawah, sangat dilematis sebenarnya, masyarat indonesia termerosot dalam feodalisme tapi emang begitu kultur nilainya. Yang namanya kreativitas adalah selalu berkembang selalu ber-energi tidak stagnan. Entah menjabat atau pernikahan adalah konsep akar utamanya adalah mencintai dalam arti sempit mencintai seseorang, mencintai kesukuan, mencintai semua orang. Kita memimpin atas dasar cinta, cinta adalah kebijaksanaan yang paling mulia.

Kenapa muncul karakter egois, hanya mementingkan pribadi dan keluarga, karena mereka takut, merasa tidak ikhlas, dan tidak rela orang lain makmur diatas kita. Padahal hal tersebut tidak logis, manusia selalu bertambah usia, muda ke tua lalu meninggal. pada akhirnya yang mereka tinggalkan adalah ide. Ide dimana masyarakat umum diterima, bukan ide hanya mementingkan kepentingan pribadi.

Banyak orang yang bermain senyap, alim di luar, murah senyum, selalu memberikan kedamaian, tetapi di baliknya dia jahat, mungkin lebih jahat dari yang kita duga. Senyap-senyap mematikan. Disini masyarakat kita harus kritis tidak dibodohi, berani bertanya dan bertindak atas kekacauan yang terjadi.

Sepertinya cinta mulai hilang. Perceraian dan keterpisahan seperti sudah seperti adat istiadat yang terus mengalir. Sangat disayangkan. Banyak orang yang terganggu psikologisnya karena hal itu, banyak orang yang membebani orang lain atas dasar kesehatan mental yang buruk, yang seharusnya bisa dia atasi dengan kemandirian, banyak orang menjadi dewa topeng, yang karakter aslinya sudah pudar dengan memakai jubah kepalsuan.

Kita harus merenung, bersujud, berdialog di depan cermin dengan diri kita sendiri, apa yang telah pudar, harus apa kita sebenarnya, menjadi apa kita, pertanyaan-pertanyaan itu harus disikapi dengan kritis. Siapakah aku?

referensi

Rumah filsafat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

kamu akan suka ini